Kamis, 30 Oktober 2014

LELAKIKU JERAT SAMPAI MAMPUS

Tinggal serumah dengan lelaki bernama Q hanya dengan modal cinta dan sex tentu sudah masalah. Tapi jangan tanyakan kenapa? Karena akupun tidak mengerti.  Ini cinta atau apa?.  Q  mengajakku menikah kalau ia sudah mendapatkan pekerjaan,dan akhirnya iapun dapat pekerjaan katanya.  Tapi setelah satu tahun ia masih saja menganggur.  Kalau pekerjaan ngak jelas yang kadang-kadang datang itu dianggap pekerjaan, lebih baik aku menyingkir.

Q pernah mengajakku sekali waktu ke kota lepaskan penat, sambil mengulang kembali saat awal kami pacaran.  Duduk di taman kota sambil menatap gemerlap lampu pijar yang berserakan memenuhi malam.  Aku sedikit agak menikmati dan melupakan beban diri, dan berpikir positip siapa tahu esok hari akan lebih baik dan Q benar-benar mendapatkan pekerjaan dan membuatku bangga. Dan yang penting, keputusanku untuk memilihnya jadi pendampingku tidak salah.

Masih di taman, dibawah bulan.  Malampun mulai menua, saat dua orang mabok melintas didepan kami.  Entah setan mana yang mampir di otak mereka, tiba-tiba saja mereka menyerang kami.  Merebut tas dari tanganku, oh andai mereka tahu tas itu hanya sebuah tas tanpa isi yang berharga selain alat kosmetik lapukku yang sudah berbulan-bulan tidak diganti, mereka pasti tak akan begitu ngotot.  

Q hanya menatap, tanpa kata-kata, apalagi perlawanan. Dia menciut di bawah ancaman kata-kata kasar dan terkesan sadis, tanpa pisau apalagi pistol.  Hanya kata-kata.  Membiarkanku dilecehkan. Laki-laki ini sebaiknya mati saja pikirku melihat Q yang mematung.  Seharusnya ia dikebiri dipotong lelakinya agar tahu, kalau mau berumah tangga itu tidak hanya sex tapi juga tanggung jawab. Besok, ia harus mati.  Taek. 

Bukan disini tempatmu
Kamu harus pergi

Tangisku teteskan duka
Ini salahmu, bukan hanya diraga
  Juga dijiwa
Kehormatanku harus kaujaga

Bukan disini tempatmu
Duduk diam dan berpangku

Kamu harus pergi
Menjadi berarti
Menjadi lelaki

Pagi ini, Q masih didekatku.  Duduk di kursi malasnya sambil menonton TV.  Setelah kejadian malam itu aku tak pernah lagi mau menggubrisnya.  Tapi sialnya, aku masih butuh lelakinya, dan tadi pagi aku sudah mendapatkannya sampai puas. Sekarang aku tidak membutuhkannya lagi. Kujerat saja lehernya dengan sabuknya sekuat tenaga, kukira ia akan melakukan perlawanan keras. Untung pengaruh bir yang ditenggaknya semalaman juga tadi pagi membuatnya lemah, iapun mati. Sekarang tinggal aku cari lelaki lain yang lebih bertanggung jawab dan tidak hanya bisa nge-sex. Masalah alibi otakku sudah merangkainya sehari setelah kejadian malam itu, iapun di vonis mati karena bunuh diri.      

Tidak ada komentar: