Ia
kutemukan dipingir jalan tak sadarkan diri, tergolek lemah dengan napas
setengah-setengah. Hampir mati dengan pakaian terkoyak, membuat
badannya yang berdarah sedikit telanjang.
“Duduk didekatku, jangan kau malu atau
ragu. Apalagi takut. Aku bukan mereka yang telah khianatimu dengan
berani lalu pergi, tinggalkan noda yang hitamkan langkah dan gelapkan tatapmu
akan hari depan tanpa permisi,”
Kujaga dan kurawat ia dirumah ibu, membasuh
lukanya hingga hilang pedih perih. Ia
ceritakan padaku tentang lelakinya yang perlakukan ia seperti binatang,
diperkosa dikamar remang bersama teman lelaki-lelakinya hingga pingsan.
“aku anak seorang perempuan yang biasa
kupanggil ibu, tapi lebih sering kupanggil bunda karena sayang. Jadi jangan kau malu atau ragu apalagi takut,
karena aku bisa rasakan dukamu. Aku
membawamu ketempatku untuk bertemu ibu.
Dengarkan lembut tuturnya agar hatimu tak lagi rasakan duka. Lalu kita akan nikmati secangkir kerinduan
dan sepiring sayangnya sampai kau tertidur.
Doanya akan bawa hujan yang akan segarkanmu, bawa pulang airmata yang
terlanjur kau teteskan. Menghapus semua
duka hingga hilang tak berbekas,”
Ia masih malu, tatapnya ragu menatapku. Tapi ibu membuatnya berani, dibelai lembut
rambutnya yang hitam panjang seperti membelai rambut anaknya. Restunya terucap dengan cinta yang tulus.
Iapun kembali ungkapkan rasa dalam jiwanya, tentang perasaan cintanya yang
terlalu pada lelakinya.
“aku tak tahu kalau cinta bisa
membuatmu begitu, membuatmu lemah lalu ingin mati tanpa ragu, padahal cinta
telah campakkanmu dengan brani, dan membuatmu hina.”
Lalu kau menangis. Bening menetes jatuh bak embun pagi, bawa
kisah luka hati. Mendung dipelupuk mata,
lalu tumpah dengan isak. Segenap jiwa
turut, hanyut, deras mengalir seperti pancuran dibelakang rumah, hening,
sunyi. Hingga tak kaurasa, sepi.
“Biarkan saja, mungkin itu
jalannya. Airmata tercipta untuk
mengurangi beban hati, biarkan saja.
Lalu duduklah didekatku, agar kau dengar saat kubisikkan cinta padamu.”
Tapi
kau hanya diam dan berlalu, sedang cintaku tulus. Mungkin kau masih menyimpan dendam, pada
lelaki seperti aku, tapi aku bukan mereka yang telah campakkanmu dengan brani
lalu pergi tanpa ragu.
Kini kau menghilang, tinggalkan setumpuk
kerinduan dan kesunyian. Bersama bau
tubuhmu yang penuhi setiap sudut ruang.
Tanpa permisi.
Hingga satu sore kudengar cerita dari teman
diujung gang, kau telah kembali pada lelakimu yang dulu telah campakkanmu. Akupun tak mengerti, sedahsyat itukah cintamu
hingga tak merasa terhinakan, dilecehkan diperkosa dibuang sampai kau hampir
mati. Aku tak percaya cinta bisa seperti
itu.
Kuingat
kau kembali
Sehari ini
Saat bunga-bunga hujan
jatuh
Kuingat kau kembali
Sehari ini
Saat mimpi-mimpi sepi
Kuingat kau kembali
Sehari ini
Dan kuingin kau lagi
Sehari saja
Saat bunga hujan jatuh
agar mimpi tak lagi sepi
Aku
dan ibu terkejut, saat kudengar kau masuk penjara karena telah memotong
lelakinya lelakimu. Ia yang telah
campakkanmu dengan brani, tinggalkan noda yang hinakanmu lalu pergi tanpa
ragu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar