Rabu, 22 Oktober 2014

ALMOST HONEST


Pernah kah kau katakan yang sebenarnya saat hatimu dipenuhi tumpukan rasa cinta hingga hanya hadirnya saja yang penuhi segala ruang sampai tak ada tempat untuk yang lain?, aku tidak, aku tidak pernah mengatakan yang sebenarnya karena saat itu kebenaran akan menyulitkanku mendapatkan cintanya sedang hati tak harapkan yang lain.  Aku buta, buta karena cinta dan menganggap kejujuran adalah penghalang.

Kukatakan saja aku perjaka, sedang nyatanya aku lebih jalang dari anjing liar dipinggir jalan yang umbar kejantanannya sepanjang hari disepanjang jalan.

Aku salahkan nasib yang terlambat tawarkan dirimu hingga aku tak berani jujur agar indahmu tak segera berlalu, kalau saja ada keyakinan dalam diriku kau akan menerima. Aku akan katakan.  Namun nyatanya tidak, kau terlalu indah dan sayang untuk dilepaskan begitu saja hanya untuk bersikap gentle. Kejujuran sedang libur that day.

Ia datang di satu pagi mencari temannya yang katanya kabur dari rumah, dan sudah satu minggu menghilang.  Ia katakan itu padaku sambil berharap aku bisa memberikannya sedikit informasi, katanya aku kemungkinan besar tahu, itu menurut orang-orang yang sempat ditanyanya lebih dulu.  Seorang bartender seperti aku, menurutnya, setidaknya mendengar banyak hal walau itu sambil curi-curi dengar. 

Sudah tiga hari ia berkeliling dari satu bar atau café ke bar dan café diseluruh kota, sampai akhirnya bertemu denganku diujung letihnya dan putus asa sambil memperlihatkan foto temannya.  Dan, kebetulan, ya aku mengenalnya.  Ia kukenal dua hari yang lalu saat seorang pelanggan memesankan minuman untuknya, kudengar sepintas pembicaraan mereka, dan kurasa ia tak sesuci yang ia katakan.  Ia sama seperti Lady Q, Violet, atau Dio dan yang lain yang berprofesi sebagai pemain nafsu.  Ah, aku jadi teringat bau tubuh mereka.  Ya, aku pernah bersama mereka, sampai habis. 

Dan aku berjanji akan membantunya mencari, singkat cerita, kamipun semakin akrab.  Bahkan aku berharap pencarian ini tak pernah akan berakhir, agar pesona yang ia pancarkan tak segera berlalu.  Aku masih menikmati indahnya, biasanya tak sampai satu hari setiap ada pesona yang kulihat pasti bisa kujerat lalu kujilat hingga habis gelap.  Tapi padanya, menyentuh tangannya saja aku sungkan, hanya bau tubuhnya saja yang kuserap sepanjang jalan.  Aku jatuh cinta.

Ranjang dikamar kostku telah lama tak disentuh wanita, sejak aku mengenalnya.  Seingatku, terakhir kali yang menidurinya adalah temannya yang ia cari, sebelum akhirnya pergi dengan lelaki lain. 

Kini membayangkan mereka semua yang pernah mampir ditempatku membuatku ketakutan, takut akan hadirnya dan menemukan jejakku lalu ia pergi.  Jadi kuputuskan saja untuk mengungsi dan berusaha menghapus sedikit demi sedikit jejak hitamku.  Dan melupakan semua kenangan per-nafsu-an yang telah lalu dan tabu, agar dia tak ragu akan tulus cinta yang akan kuucapkan nanti.

Dan sepertinya langit merestui keinginanku, kitapun berpelukan walau dalam hati, yang penting indahmu sementara jadi milikku.  Dan kaupun sepertinya setuju.  Hari-haripun makin kian berseri dengan hadirmu ditempatku, kau tak sungkan apalagi ragu atau takut.  Hatimu telah katakan yakin padaku dengan ciuman yang kau hantarkan, walaupun sesaat dan itupun dijidat bukan dibibir tapi tetap terasa nikmat. 

Waktupun berjalan, hatimu telah bulat katakan aku milikmu, hasrat dipuncak tertingginya.  Kaupun tenggelam dalam pelukku, seperti yang lain, tapi tidak dengan perasaan seperti saat ini yang sungguh tulus mencintai.  Ada segunung beban berat dihati, saat kau serahkan keseluruhanmu yang terlihat begitu polos dan jujur.
Jam sudah diambang pagi, malam yang indah dan seks yang hebat.  Kau menatapku lembut sambil memelukku erat, seakan ingin katakan; jangan tinggalkanmu. Kataku tak mungkin, walau dalam hati.  Sampai kau bangkit dan menempel lebih erat, menciumku lalu kau katakan sesuatu yang seharusnya aku katakan dulu.  katamu ; “aku tak sesuci yang kau kira.” Akupun terkejut, tak menyangka akan jujurnya ungkapkan, bahkan dirikupun tak sanggup tuk katakan bahwa akupun tak sesuci yang ia bayangkan. 

          Ah.

Tidak ada komentar: