Once upon a time saat pertamakali aku dirundung bosan yang super. Sang Guru datang menghampiri dan berkata :
Aku hanya menatapnya bisu, lalu beliau berkata lagi
"Hidup itu pergulatan panjang. Bila kita tidak ingin lelah, sebaiknya ikuti saja irama-Nya. Kita tidak perlu mencoba beralih dari suatu keadaan rohani ke keadaan rohani yang lain. Because, pada setiap episode hidup kita sebenarnya sedang diajari untuk memiliki sikap rohani yang cerdas. Kita tidak juga layak menentukan tahapan-tahapan perilaku kita. Sabar, syukur, tobat, dan tawakkal senantiasa meliputi keadaan yang kita alami. Tugas kita hanyalah menjalani apa yang harus kita alami. Yakinlah muridku, bila Allah menghendaki, bisa saja engkau menjadi pribadi yang senantiasa memiliki sifat berserah, tetapi juga sabar. Nikmatilah jamuan-Nya tanpa perlu menanyakan ramuan-Nya."
Langit menatap sejuk dengan tatap matahari sore yang syahdu. Lembut warna senja perlahan usir penat di otakku. Aku masih tediam, walau hati sedikit terasa tentram.
Sang Guru menatapku sayang, wajahnya katakan kalau ia masih melihat kegundahan disekujur tubuhku. And then he says :
"Dalam setiap tarikan napas, terdapat takdir Allah yang berlaku atas dirimu muridku. Napas adalah momen. Entahlah, apakah kita masih bisa menjaga momen tersebut dengan baik atau tidak. Kesadaran spiritual mengajarkan kepada kita bahwa setiap hembusan napas kita adalah "Tanda" hadir-Nya dalam kehidupan kita. Manusia yang cerdas pastilah tidak akan menyia-nyiakan anugerah yang satu ini. Because, bila "Tanda" hadir-Nya berhenti, selesailah semua bentuk perjalanan. Hilanglah semua momen dan tertutup kesempatan. Cobalah memulai menghargai napas (momen) mu, Feel it kelembutan-Nya pada setiap tarikannya. Dan engkau akan menemukan semua menjadi begitu berharga."
Aku makin terdiam, sunyi. "God, maafkan aku." batinku berbisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar