Kamis, 28 Agustus 2014

CINTA ITU HITAM. MERAH ITU DARAH My Dear


Hari-hari belakangan ini perempuanku sering cemberut dan dingin setiap kali aku menggoda atau mereayunya. Ada saja alasannya, tapi semua alasannya kebanyakan benarnya. Seperti kemarin malam ia mengeluh sakit perut dan semalaman wc jadi kamarnya.  Atau kemarinnya dan kemarinnya lagi yang  membuat aku sempat berpikir mungkin ia marah karena aku tak menanggapi hasratnya beberapa hari yang lalu dan lebih mementingkan siaran langsung sepak bola ketimbang dia, padahal sekujur dirinya sudah habis dibalut wewangian dengan aroma kembang.  Tapi ternyata bukan itu masalahnya, apalagi setelah besok malamnya kami bercinta hebat.  Jadi alasan itupun pupus.  Jadi kenapa?

Bisik-bisik tetanggapun mulai berdatangan kedalam telingaku, membawa cerita biru yang seru antara perempuanku dan si lelali A yang juga seorang pejabat ditempat ku.  Tapi aku tak peduli, gosip itu pasti akan tumbuh dan berkembang manakala hujan kesuksesan, kebahagiaan memenuhi kehidupanku.  Bayangkan saja, istriku cantik.  Cantik tidak hanya lewat mataku tapi dari semua mata lelaki di tempatku pasti mengakui itu, bahkan para perempuannya.  Jadi dari itu saja, benih gosip pasti akan tumbuh.  Dari perempuan yang iri atau benci karena lakinya ngigauin perempuanku terus.  So, aku asyikin aja.  Belum lagi hujan rizki yang seperti tak henti turun, bawa banjir bandang kerumahku.  Gosip makin nyaring, sampai KPK disuruh memeriksaku.  Sekali lagi, aku asyikin aja.

Sampai satu hari aku pulang lebih cepat, kulihat perempuanku bersama silelaki  A. Mereka pucat kaku, dalam ketakutan yang nyata. Dengan cepat darahku melonjak ke ubun-ubun gelapkan mataku hingga tak kulihat cintaku.  Semua hitam, semua gelap.  Kuambil golok sebelum mereka tersadar lalu kutebas dan kucincang keduanya, kupenggal lelakinya lelaki itu. Kucincang lagi, lagi dan lagi sampai mati sampai habis.  Cintaku masih mengerang, sambil ucapkan maaf yang terbata, tapi semua sudah gelap semua menghitam.  Satu tebasan kelehernya, iapun mampus sebelum katanya habis terucap. Darah mereka mengalir deras dan aku berenang diatasnya. 

Hilang sudah semua
Juga kamu
Terkutuklah hari dikutuklah aku
Yang tak lagi miliki dan rasa

Semua hilang
Hampa
Sungguh

Suntukkuterpurukdisudutsunyi.

Selasa, 26 Agustus 2014

Moving On itu Is A Simple Thing, What It Leaves Behind Is Hard


Perempuan itu menangis dengan isak satu dua lalu menangis dengan lancar hingga suaranya serak saat lelakinya katakan, “kita putus, putus, putus.”
            Lelakinya pernah katakan sayang hingga dalam tulang dan akan membawanya melebur dalam cinta hingga akhir.  Tapi sekarang, buktinya ia meninggalkannya membuangnya tanpa penjelasan tanpa katakata yang bisa hati dan pikirannya terima.
            “aku bosan.”
Dua baris kata yang terdengar seperti sebaris kata, sangat menyakitkan dan tidak berperi.  Kata yang seharusnya tidak pernah diucapkan oleh seorang manusia pada manusia lainnya apalagi mereka pernah bersatu dalam cinta. 
            “aku bosan,”
Kata itu seharusnya dialamatkan hanya untuk makanan cepat saji bukan untuknya.
            Perempuan itu membersihkan air matanya, “aku harus tegar,”katanya dalam hati sambil memejamkan matanya sejenak agar perihnya hilang juga agar matanya tak terlihat teraniaya.  Lalu ia duduk dengarkan Diego Modena bawakan implora-nya, menarik napas dalam, dalam, kemudian dihembuskannya perlahan, perlahan.
            “aku bosan?, huh,” katanya dengan mata yang marah.


Awalnya mereka bercinta dengan hebat semalaman setelah itu lelakinya kelaparan hebat dan mengobrak-abrik dapur mencari makanan yang bisa dimakan untuk mengembalikan tenaganya setelah habis terkuras dalam sex yang hebat.  Tapi dia tak menemukan apapun selain minuman, minuman dan minuman.
            Lelakinya marah, sedang-sedang saja tapi katakatanya tak pernah berhenti berkatakata berulang ulang diulang ulang hingga telinganya bosan.  Iapun membalas satu kata dua kata, lelakinya makin marah dan keluarkan banyak kata.  Ia dongkol mendengar katakata lelakinya yang menyinggung hati, marah merekapun makin hebat sampai habis kata.
            Awalnya hanya satu kata, “Bosan,”  dan aku hanya diam, lalu disusul dengan kata, “aku bosan,” membuatku sedikit marah, kemudian lelakinya melempar piring, gelas dan barang pecah belah lainnya hingga habis disusul dengan kata, “kita putus, putus, putus.” Aku menangis dengan isak satu dua begitu lelakinya menghilang tangisnya makin lancar dan makin menjadi hingga serak.


Lelaki itu menangis dengan isak satu dua lalu menangis dengan benar hingga kencingnya keluar saat bekas perempuannya katakan, “kamu harus mati, mati, mati.”
            Lelaki itu pernah katakan sayang hingga dalam tulang berjanji akan membawanya melebur dalam cinta dan lenyap didalamnya hingga akhir waktu.  Tapi janjinya palsu, ia memutus ikatan cinta mereka tanpa penjelasan tanpa katakata yang bisa ia dan hati juga pikirannya bisa terima.
            “aku muak.”
Dua baris kata yang terdengar seperti sebaris kata dan terdengar sangat menyakitkan dan tidak berperi.  Kata yang memang pantas di ucapkan oleh manusia pada  manusia yang telah menghina kehormatan perempuan dan juga cintanya.
            “aku muak.”
Kata itu seharusnya dari dulu ia ucapkan pada bekas lelakinya bukan sekarang.
            Bekas lelakinya mengerang saat bekas perempuannya menginjak lelakinya bekas lelakinya itu, air matanya tumpah seiring suara erangannya yang memuakkan.  Penyesalannya tak didengar bekas perempuannya.  Lelaki itu diikat sampai tak bisa gerak hanya mulutnya saja dibiarkan bebas agar ia bisa mendengar rintihannya.  Sambil duduk menatap bekas lelakinya tergeletak tak berdaya ia dengarkan Bond dengan Victory-nya, tersenyum puas, puas dan tertawa bahagia.
Awalnya bekas lelakinya dibuat pingsan lalu ia mengikatnya dan menaikkannya kedalam mobil dan membawanya ke sebuah tempat jauh dari keramaian jauh dari semua di sebuah tempat yang jauh, disebuah gubuk kecil ditepi hutan.
            Ia memandangi lekat-lekat wajah bekas lelakinya itu sampai ia tersadar dari pingsannya, lalu ia menendang, menendang dan menendang sepuasnya ke lelakinya bekas lelakinya itu.  menginjaknya hingga terdengar suara KRAKK! diiringi jerit kesakitan bekas lelakinya, dan merintih, memohon, memelas.  Tapi ia tak bergeming.  Ia sudah terlanjur sakit, ia sudah terlanjur sakit hati, ia sudah terlanjur dendam.  Marah, benci, dendam yang tercipta saat kata “aku bosan.” Diucapkan bekas lelakinya itu.
            Lelakinya memohon saat perempuan itu meninggalkannya dan mengunci gubuk itu.  diambilnya bensin yang sudah disiapkannya dan disiram keseluruh bagian gubuk hingga basah kuyup seperti diguyur hujan.  jerit bekas lelakinya makin keras, tapi ia tak perduli.  Diambilnya korek api kayu dari kantung celana, dinyalakannya dan dilemparkan kegubuk itu dan berlalu. 

Baiknya kita menepi
Keseberang hutan
Dengarkan alam bernyanyi;
                                       Tentang kita
                                      Tentang rasa
                                   Tentang cinta
Yang mulai sepi

Dan, coba kau tengok kekedalaman hutan;
Dengarkan dengan hati
Suara nurani yang bernyanyi
Seperti kita dulu sebelum suntuk

Baiknya, kita diam dan rasakan
Buang amarah tinggalkan emosi
Sebab nurani masih ingin;
                                                Kita
                                                Rasa
                                                Cinta
Yang masih ada dalam dada

Dan, baiknya;
Kita bercinta saja sampai lapuk
Lupakan inginmu untuk bercerai

Karena kata itu tak punya nurani